IKP Dan Identifikasi Kecurangan Tinggi,Sulut Butuh “Super” Bawaslu

0

SULUT – Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Provinsi Sulawesi Utara peringkat dua nasional, Identifikasi kecurangan tinggi sehingga di Pemilu 2024 di daerah ini butuh kerja ekstra bagi penyelenggara terlebih Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulut.

Dilain sisi, Personil Bawaslu Sulut terbatas jika dibandingkan dengan luas wilayah dan jumlah pemilih sehingga dituntut perlunya “Super” Bawaslu.

Menurut penuturan Ketua Bawaslu Sulut Ardiles Mewoh personil pengawas dilapangan hanya 10.500 orang.

“Jumlah pemilih Sulut 1,9 juta orang terbagi di 15 Kabupaten/kota,171 Kecamatan,1.838 kelurahan/desa dengan 8.240 jumlah TPS yang harus diawasi personilnya,”tegas mantan Ketua KPU ini, saat membuka secara resmi Rapat Fasilitasi Dukungan Sekretariat Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara Bersama Stakeholder Dalam Pengawasan Tahapan Masa Tenang Pemilihan Umum Tahun 2024 di Provinsi Sulawesi Utara, Minggu (11/2/2024).

Ardiles mengurai tugas pengawasan yang wajib mereka lakukan dari tingkat provinsi sampai TPS.

“Yang mengawasi kalau dari seputaran jajaran di Bawaslu hanya lima orang ditambah sekretariat untuk provinsi, tiga orang tambah sekretariat di kabupaten/kota, jadi ada 45 orang di kabupaten/kota,”jelasnya.

Kata Dia, untuk kecamatan cuma tiga orang tiap satu kecamatan. Sulut sendiri ada 171 kecamatan berarti ada 513 orang.

“Sedangkan di kelurahan/desa cuma ada 1 orang di tiap kelurahan/desa sementara ada 1838 kelurahan/desa di Sulut. Hanya ada 1 orang pengawas pemilu tiap TPS dan jumlah TPS di Sulut 8240,”lugasnya.

Terlebih lagi ditahapan masa tenang ini, Bawaslu Sulut mengidentifikasi tujuh modus potebsi kecurangan untuk diwaspadai.

Seperti halnya yang disampaikan Zulkifly Densi Anggota Bawaslu Koordinator Divisi penanganan pelanggaran,data dan informasi mewaspadai kecurangan di tahapan Pemilu masa tenang selama tiga hari.

Menurut Zulkifly ketujuh modus tersebut adalah yang harus diperhatikan.

“Yang pertama, adanya kegiatan kampanye dalam bentuk kegiatan sosialisasi, silaturahmi, pentas seni, kegiatan keagamaan dan sebagainya. (Pasal 276 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 492 UU 7/2017 Jo UU 7/2023 serta Pasal 27 PKPU 15/2023),”jelas Zuldani,Minggu (11/02/2024).

Yang kedua menurutnya, APK yang masih terpasang dan belum dicopot/ditertibkan oleh peserta Pemilu seperti halnya yang diatur dalam aturan (Pasal 276 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 492 UU 7/2017 Jo UU 7/2023 serta Pasal 27 PKPU 15/2023).

Yang ketiga kata Zuldani adalah konten kampanye yang ada di media sosial belum dibersihkan atau dihapus oleh pasangan calon, calon anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/Kota pada saat memasuki masa tenang yang jelas dalam peraturan (Pasal 276 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 492 UU 7/2017 Jo UU 7/2023 serta Pasal 27 PKPU 15/2023).

“Kelima adalah, Media massa baik media cetak, media daring, media sosial maupun lembaga penyiaran menyiarkan berita, iklan, rekam jejak atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye Pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu. (Pasal 287 ayat (5) UU 7/2017 dan Pasal 54 ayat (4) PKPU 15/2023),”tegasnya.

Selanjutnya kata Dia, Pengumuman hasil survei/jejak pendapat tentang Pemilu di masa tenang tidak diperbolehkan seperri yang termaktub dalam (Pasal 449 ayat (2) dan Pasal 509 UU 7/2017).

Berikutnya, jelas Zuldani adalah adanya intimidasi dan kekerasan yang dapat mempengaruhi pemilih, kandidat dan atau penyelenggara Pemilu.

Terakhir, kata Zuldani adalah adanya politik uang seperti pembagian sembako, bantuan sosial (Bansos), pembagian uang dengan dalil uang transportasi, menjanjikan atau memberikan imbalan uang dan atau materi lainnya kepada pemilih yang dilakukan oleh pelaksana, peserta dan/atau tim kampanye atau penyelenggara Pemilu. (Pasal 278 ayat (2), Pasal 523 ayat (2), Pasal 554 UU 7/2017).

Dengan pelik dan kompleksnya gambaran tersebut, Ardiles Mewoh menyatakan butuh topangan stakeholder dan khususnya partisipasi warga untuk hasilkan Pemilu yang aman dan berintegritas.

“Selalu saya sampaikan bahwa Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri, Bawaslu tidak mampu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sendiri. Karena melakukan pengawasan pemilu itu adalah pekerjaan yang sangat besar, pekerjaan yang sangat luas, pemilu ini iven yang kolosal, melibatkan seluruh masyarakat Indonesia yang sudah punya hak pilih,” ucap Mewoh.