Prihatin Sikap Sekertaris DPRD Kotamobagu, Irawan: Pj Walikota Kotamobagu Diminta Evaluasi Kinerja Sekwan

0

KOTAMOBAGU – Pemerintah yang baik adalah Pemerintah yang siap melayani masyarakat dan dapat memberikan informasi yang baik. Namun hal ini tidak berlaku di lingkup Pemerintah Kotamobagu, Provinsi Sulawesi Utara yaitu Sekertariat DPRD Kotamobagu.

Hal itu terbukti ketika beberapa kali sejumlah awak media yang hendak melakukan konfirmasi terhadap Sekertaris DPRD Kotamobagu Firmansya Mokodompit, terkait adanya kegiatan yang dilaksanakan oleh DPRD Kotamobagu, yang bersangkutan selalu tidak berada di kantor.

Padahal keberadaannya sudah diatur dalam Undang-undang yang fungsinya menunjang kinerja pemerintah dalam hal ini untuk menunjang program-program pemerintah agar transparan dalam penyampaian informasi.

Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana dan bersih.

Melalui kebebasan pers, masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

Oleh sebab itu, media dapat dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Karena pada dasarnya keberadaan media adalah bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi.

Hal ini diduga telah dilanggar oleh salah satu oknum pejabat pemkota Kotamobagu, yakni Sekertaris DPRD Kotamobagu.

Terkait dengan hal tersebut, Salah satu aktifis Bolaang Mongondow Raya (BMR), Irawan Damopolii SH, mengaku prihatin

terhadap sikap Sekertaris Dewan (Sekwan) DPRD Kotamobagu yang dinilai alergi kepada media. Tentu ini akan menjadi kurang baik, sikap sikap seperti ini bagi Pemkot Kotamobagu, Karena ini dapat mempengaruhi juga pada media dalam menyajikan pemberitaan nanti.

“Biasanya kalau pejabat susah untuk ditemui atau suka menghindar, itu akan menimbulkan asumsi negatif yang kemungkinan besar adanya dugaan-dugaan penyimpangan,” kata Irawan, Minggu (9/06/2024).

Padahal jelas dalam UU pers nomor 40 tahun 1999 disebutkan, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan meyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara ,serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, online maupun media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Jadi kalau ada pejabat ataupun kepala dinas yang selalu menghindar ataupun selalu enggan diwawancarai, artinya, dia tidak paham Undang-undang bahwa ada yang melindungi itu semua , Mestinya, pemerintah harus bisa menggunakan peran pers ini sebaik mungkin sebagai sarana untuk memberikan informasi kepada masyarakat, Dengan begitu, masyarakat kan bisa paham apa yang dikerjakan oleh pemerintah selama ini.

“Justru kalau pejabat bisa menggunakan media sebagai corong, khususnya untuk menyampaikan program-program yang dijalankan, itu malah bagus. Sehingga masyarakat tahu bagaimana kinerja pemerintah,” ujarnya.

Lebih lanjut Irawan mengatakan, pejabat

kalau tidak memberikan ruang media dalam rangka mencari informasi ataupun untuk konfirmasi suatu hal. Maka melanggar undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 dan juga melanggar undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP).

“Dengan adanya hal semacam ini kami dari meminta kepada Penjabat Walikota ataupun Sekertaris Daerah Kotamobagu

untuk bisa memberi pencerahan kepada oknum pejabat tersebut,” ungkapnya.

(Gito Mokoagow)