Petrus Selestinus Cs Sesalkan Mendagri Abaikan Putusan MK Nomor 62/PUU XXI/ 2023

0

JAKARTA_Tim Pembela Demokrasi Indonesia Pergerakan Advokat Nusantara ( TPDI Perekat Nusantara) menilai Mendagri Tito Karnavian memicu kekacuan hukum jelang pesta demokrasi 2024.

” Kami kaget dan menyesalkan kalau pada akhitrnya Mendagri mengabaikan Keputusan MK Nomor 62/PUU XXI/ 2023, dengan menerbitkan edaran untuk pelaksanaan putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, tanggal 21 Desember 2023 terkait masa jabatan kepala daerah” kata Koordinator TPDI Advokat Perekat Nusantara Petrus Selestinus didampingi anggota TPDI & Perekat Nusantara, Carrel Ticualu, Jemmy Mokolensong, Paskalis A. Da Chunha dan Pitri Indriningtyas serta Eric Paat, Jumat (29/12/2023).

Menurut Petrus Selestinus jika merunut proses hukum soal masa jabatan kepada Daerah yang dilantik pada tahun 2019 lalu, maka rujukan hukum yang tertinggi dan tepat adalah keputusan MK nomor 62/PUU XXI/ 2023,bukan justru berpatokan pada putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, tanggal 21 Desember 2023.

” Kita ketahui keputusan MK itu berkekuatan hukum tetap dan final, termasuk keputusan MK nomor 62 yang tidak dapat dibatalkan lagi, namun oleh Mendagri justru diabaikan begitu saja.” tegasnya.

Dia menjelaskan, pada lima bulan silam para hakim sepakat menolak uji materi yang diajukan terkait dengan periodisasi masa jabatan yang terkurangi akibat berlakunya Ketentuan Pilkada Serentak pada tahun 2024, yang diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra yang merupakan kuasa hukum dari Bupati Kepulauan Talaud Elly Lasut.

“Fakta hukum yang ada belum ada satupun yang menguji Ketentuan Pasal 201 ayat (5), sebagaimana dimohonkan dalam Perkara Uji Materiil No.62/PUU-XXI/2023. Atas hal itu MK menolak Permohonan Uji Materiil No. 62/PUU-XXI/2023 yang dimohon Yusril Ihza dkk,” ujar Petrus Selestinus.

Ironisnya ujar Petrus, selang lima bulan kemudian MK kembali menerbitkan Surat Keputusan MK nomor.143/PUU-XXI/2023, tanggal 21 Desember 2023 terkait masa jabatan kepala daerah.

” Sikap Mendagri mengabaikan SK MK nomor 62 itu adalah tindakan gegabah, konjol dan sangat berpotensi memancing kekacauan persepsi ditengah masyarakat Indonesia, dan hal ini dapat dikatakan pihak Kemendagri sedang merendahkan martabat hukum dan menciptakan Tsunami hukum di Indonesia” ujarnya.

Dia menambahkan, seharusnya dalam memutuskan “Dualisme produk hukum ” Mendagri patut berkonsultasi ke DPR RI yang memiliki fungsi legislasi, bukan justru memutuskan.

” Kami ingatkan,lembaga eksekutor putusan MK ini pihak DPR RI, bukan Kemendagri” tegasnya.

Kata Petrus, selain menimbulkan suasana kegamangan dan kekacauan tindakan Mendagri yang mengabaikan Keputusan MK nomor 62 diatas, mencerminkan adanya intervensi dari pihak tertentu, seperti halnya putusan fenomenal MK yakni soal batas usia Capres/Cawapres yang banyak mendapat kritikan publik dan berujung diberhentikkan Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.

” Patut kami menduga saat ini Kemendagri tidak lagi independen dan Mahkamah Konstitusi kehilangan marwah sebagai lembaga hukum tertinggi yang berwibah dan sarat kepentingan politik Elektoral.” tegasnya.

Untuk itu, dengan terbitnya edaran Mendagri tertanggal 28 Desember 2023 yang secara tidak langsung “mengamputasi ” putusan MK nomor 62 yang berkekuatan hukum tetap dan final itu, maka menunjukkan saat ini Mahkamah Konstitusi menjadi lembaga hukum tertinggi yang murahan dan tidak bermartabat lagi.

” Demi rasa keadilan bagi masyarakat dan menghindari terjadinya kegaduhan jelang Pesta demokrasi 2024 maka diharapkan agar Mendagri membatalkan edaran tersebut dan sebaliknya melaksanakan putusan MK nomor 62 secara utuh.”tandasnya Petrus Salestinus yang diamini oleh seluruh anggota TPDI Advokat Perekat Nusantara.

Sebelumnya, TPDI dan Advokat Perekat Nusantara, pada Rabu (06/12/2023) lalu telah melayangkan somasi kepada Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara.

Presiden Joko Widodo dinilai sedang membangun Dinasti Politik, Merusak Demokrasi, dengan Melakukan Premanisme Kekuasaan. (*)