Sedari Tujuh Tahun Silam Diingatkan Tuuk, 2026 TKD Dipangkas, Gubernur Yulius Jadikan SDA Tulang Punggung Perekonomian Baru
SULUT – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah untuk mencari peluang dan berinovasi demi mendapatkan pendapatan tambahan.
Sumber pendapatan baru tersebut dibutuhkan menyusul adanya kebijakan pemotongan dana transfer ke daerah atau TKD.
“Daerah harus bisa cerdas dan inovatif mencari pendapatan, tapi tidak memberatkan rakyat kecil,” ujar Tito seusai menghadiri rapat koordinasi nasional pembinaan dan pengawasan tahun 2025, di kawasan Grogol, Jakarta Barat, Kamis, 9 Oktober 2025 lalu.
Ini disampaikan Tito menyusul Kebijakan Pemerintah Pusat untuk memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) hingga Rp269 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Pemangkasan ini secara otomatis berdampak signifikan pada postur fiskal seluruh wilayah di Sulut, menimbulkan kegundahan serius di kalangan kepala daerah.
Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus, secara khusus menyoroti sejumlah daerah yang mengalami pengurangan TKD 2026 paling signifikan.
Pemangkasan anggaran berpotensi menghambat program pembangunan dan layanan publik yang sangat bergantung pada alokasi TKD.
Dalam pernyataan yang penuh keyakinan, Gubernur Yulius menegaskan situasi tersebut tidak perlu disikapi dengan kepanikan.
“Tidak perlu bimbang. Tenang, saya punya solusinya,” kata Yulius.
Solusi utama yang ditawarkan Gubernur Yulius berfokus pada dua pilar strategis yaitu optimalisasi Sumber Daya Alam (SDA) lokal dimana Gubernur Yulius menekankan Sulut memiliki kekayaan alam melimpah dan harus menjadi tulang punggung perekonomian baru di tengah berkurangnya dana transfer.
Pemanfaatan kekayaan ini secara optimal diharapkan mampu menopang kebutuhan fiskal daerah.
Pemanfaatan SDA tersebut, menurutnya, memerlukan sinergitas kuat antara Pemerintah Provinsi dan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Kolaborasi ini esensial untuk menciptakan rantai nilai yang efektif dan memaksimalkan penerimaan daerah dari sektor-sektor potensial.
Selain strategi internal, Gubernur Yulius juga menunjukkan komitmen melakukan advokasi dan komunikasi terbuka dengan pihak eksternal.
Tantangan pemangkasan TKD 2026 ini dipandang Gubernur Yulius sebagai momentum krusial bagi Sulut untuk bertransformasi dari ketergantungan transfer pusat menjadi daerah yang mandiri secara fiskal melalui eksploitasi potensi lokal secara terencana dan sinergis.
Secara etika pemerintahan, Gubernur Yulius juga memberikan arahan tegas kepada para kepala daerah untuk mengedepankan transparansi dan akuntabilitas publik.
“Harus berani bicara kepada masyarakat soal kondisi ini,” tegasnya, menekankan pentingnya komunikasi jujur kepada publik mengenai kondisi keuangan daerah.
Keadaan ini telah seakan telah diterawang oleh politisi kritis Jems Tuuk beberapa tahun silam.
“7 tahun yang lalu saya sampaikan kalau kita konsisten, kita mau cari PAD, ngapain kita mau urus kertas ini, urus saja IPR yang banyak. Membuat 5.000 wilayah pertambangan rakyat pak sekprov, kita bisa tarik APBD khususnya PAD paling sedikit 1,8 triliun rupiah per tahun. Yang menikmati ini di black market semua, tapi kita tidak punya nyali untuk itu,” urai Tuuk.
Lanjut Jems, dua sektor ekonomi tersebut terutama tambang rakyat bisa menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan perputaran uang di Sulut tidak sedikit.
Uang yang beredar di dalam tambang rakyat itu di atas 20 triliun. Seharusnya pertumbuhan ekonomi kita itu naik. Oleh karena itu kebijakan apapun yang dilakukan eksekutif terkait tambang rakyat yang harus meminta persetujuan DPRD, agar dapat dibantu dengan pikiran-pikiran yang cerdas dan berani, karena tidak ada pendapatan lain yang bisa menambah PAD kita selain dua sektor ini,” jelas Tuuk.
Menurut Tuuk, kalau berbicara pertumbuhan ekonomi, itu tidak lepas dari pertumbuhan investasi daerah karena akan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan mendorong Produk Domestik Bruto (PDB) guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.