Abaikan Komitmen Pembangunan, Para KPD Mangkir Pada Rapat Paripurna RPJMD Bersama Wali Kota 

0

BITUNG—Ketidakhadiran sejumlah Kepala Perangkat Daerah (KPD) dalam Rapat Paripurna Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bitung yang digelar Senin malam (11/5/2025) menuai kritik tajam. 

Rapat penting yang dihadiri langsung oleh Wali Kota Bitung, Hengky Honandar SE, justru diwarnai dengan absennya para pejabat yang seharusnya mendampingi dan memberikan masukan strategis.

Situasi ini terungkap saat Ketua DPRD Kota Bitung, Vivi Jeanet Ganap, melakukan pengecekan kehadiran pejabat. 

Hasil absensi menunjukkan sejumlah besar kepala dinas tidak menghadiri agenda penting yang menyangkut arah kebijakan pembangunan lima tahun ke depan.

Ketidakhadiran para KPD ini sontak mengundang sorotan tajam dari kalangan pemerhati kebijakan daerah. 

Salah satunya datang dari tokoh masyarakat dan pengamat pembangunan Kota Bitung, Sanny Kakauhe. 

Sanny menilai ketidakhadiran tersebut bukan sekadar pelanggaran etika birokrasi, tetapi juga indikasi lemahnya komitmen terhadap visi pembangunan kedepan.

“Bagaimana mungkin Wali Kota hadir untuk membahas masa depan kota, tapi para bawahannya justru menganggap remeh? Ini bukan hanya soal disiplin, tapi menyangkut tanggung jawab moral dan profesional terhadap masyarakat,” tegas Sanny Kakauhe.

Menurutnya, Wali Kota Hengky Honandar perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para kepala perangkat daerah. 

“Ini harus menjadi catatan penting. Jika tidak ada sanksi atau peringatan keras, hal seperti ini bisa terus berulang. Kinerja para pejabat harus mencerminkan semangat pemimpin mereka, bukan sebaliknya,” tambahnya.

Paripurna RPJMD sendiri merupakan forum strategis yang menentukan arah pembangunan selama lima tahun ke depan. 

Dalam forum ini, kehadiran dan kontribusi dari setiap perangkat daerah sangat vital. 

Ketidakhadiran mereka bukan hanya melemahkan kualitas rapat paripurna, tetapi juga memperlihatkan potensi kurangnya koordinasi.

Apakah akan ada pembenahan serius atau justru dibiarkan menjadi kebiasaan buruk dalam pemerintahan daerah?