DPRD Bitung Pertanyakan Kapasitas FSBSI Pimpinan Oktavianus David karena Tak Penuhi Syarat Legal

0

BITUNG—Isu mengenai legalitas Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSBSI) Kota Bitung kembali mencuat setelah digelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRD Kota Bitung, Selasa (24/6/2025) siang.

Salah satu poin penting yang terungkap dalam forum tersebut adalah tidak terdaftarnya FSBSI di Mediator Hubungan Industrial (MHI), serta fakta bahwa organisasi ini terakhir melapor ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bitung pada tahun 2009.

Hal itu disampaikan langsung oleh Dedy Harikedua, SE, selaku Plt Kepala Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, dan Organisasi Kemasyarakatan di Badan Kesbangpol Kota Bitung. 

“Sampai hari ini, data terakhir yang kami punya menunjukkan bahwa FSBSI Kota Bitung terakhir melapor pada tahun 2009. Setelah itu tidak ada laporan lanjutan,” ungkap Dedy kepada media ini melalui pesan WhatsApp, Selasa (24/6/2025)

Temuan ini menjadi sorotan tajam mengingat kewajiban pelaporan organisasi masyarakat telah diatur dalam Permendagri Nomor 57 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Pengelolaan Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan. 

“Setiap organisasi, termasuk serikat buruh, wajib melapor secara berkala ke Kesbangpol. Hal ini penting untuk memastikan legalitas dan tata kelola organisasi berjalan sesuai aturan,” tambah Dedy.

Ironisnya, dalam beberapa unggahan media sosial, Ketua FSBSI Kota Bitung, Oktavianus David, kerap menyinggung soal pentingnya mengikuti aturan dalam membela kepentingan buruh. 

Namun justru dirinya disebut tidak memenuhi aspek legal formal sebagai pemimpin serikat buruh yang sah. 

Selain tidak melapor ke Kesbangpol, FSBSI Kota Bitung juga tidak tercatat di Dinas Tenaga Kerja melalui MHI.

Situasi ini memicu reaksi dari beberapa anggota DPRD Kota Bitung yang turut hadir dalam RDPU tersebut. 

Mereka mempertanyakan bagaimana seorang ketua serikat buruh yang tidak terdaftar resmi bisa membawa aspirasi buruh dalam forum resmi. 

“Kalau legalitas organisasi dan kepemimpinannya saja tidak jelas, lalu dasar apa yang digunakan untuk mengatasnamakan buruh dalam setiap aksi atau negosiasi?” tanya salah satu anggota DPRD Kota Bitung, Imran Lakodi.

DPRD pun meminta pihak eksekutif, khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Kesbangpol, untuk menindaklanjuti persoalan ini dengan serius. 

Langkah ini dianggap penting agar ke depannya tidak ada pihak yang mengklaim mewakili buruh tanpa dasar hukum yang jelas, yang justru berpotensi mencederai perjuangan buruh yang sah dan legal.