Didi Koleangan Ungkap Alasan Keluarga Batuna Tak Hadir di RDPU
BITUNG – Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait kondisi masyarakat pasca pengosongan lahan di Girian Indah, perwakilan masyarakat terlihat salah sasaran.
Pasalnya, RDPU yang seharusnya membahas dan mencari solusi bagi masyarakat terkait tempat tinggal malah salah sasaran.
Sejumlah perwakilan masyarakat malah mempertanyakan soal persoalan tanah. Padahal substansi dari RDPU. Itu persoalan hukum yang harus diselesaikan lewat jalur pengadilan.
“Kita fokus pada materi RDPU saja, jangan lari dari konteks. Itu persoalan hukum yang jalurnya lewat pengadilan,” ujar Ketua Komisi II, Erwin Wurangian.
Pantauan di ruang sidang DPRD Kota Bitung, RDPU sempat diskors sekitar 30 menit. Hal ini dilakukan agar perwakilan warga dapat melakukan komunikasi dengan pemerintah.
Setelah pembicaraan antara pemerintah dan sejumlah warga, akhirnya RDPU dilanjutkan. Dan Wakil Ketua DPRD Kota Bitung, Nabsar Badoa memberikan kesempatan kepada Ical Mamuntu untuk memberikan tanggapan.
Sementara keluarga Batuna yang terundang pada RDPU tersebut tidak bisa hadir.
Pasalnya sesuai keterangan yang disampaikan salah satu Kuasa Hukum, Didi Koleangan bahwa undangan yang diterima 2 jam sebelum pelaksanaan RDPU. Itupun melalui pesan WhatsApp 18 Agustus 2023 pukul 11.09.
“Kami terima undangan 2 jam sebelum pelaksanaan RDPU. Sangat mendadak,” jelas Koleangan, Jumat (18/8/2023) melalui pesan WhatsApp.
Didi Koleangan pun menyebut, pihaknya tidak bisa hadir karena sedang berada diluar kota.
“Keluarga Batuna semua ada diluar kota. Begitupun dengan kuasa hukum,” singkatnya.
Dirinya pun menyampaikan permohonan maaf kepada DPRD Kota Bitung atas ketidakhadiran keluarga Batuna maupun kuasa hukum.
“Kami mohon maaf sebesar-besarnya kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Bitung. Kami bukan tidak menghargai undangan, namun saat ini baik keluarga Batuna maupun kuasa hukum sedang berada diluar kota,” ujar Didi Koleangan.
Berikut fakta hukum terkait lokasi tanah di Girian Indah milik keluarga Batuna yang disampaikan kuasa hukum, Didi Koleangan melalui pesan WhatsApp.
1. Status hukum tanah tsb sebagiannya telah diubah statusnya oleh Menteri Agraria/Kepala BPN (tahun 2004) dari tanah negara menjadi tanah milik sbgm ratusan SHM yg diberikan secara cuma2 ke masy Girian, seluas 20 HA utk pemprov Sulut, 10 HA utk Pemkot Bitung, Perkantoran, persekolahan, rumah2 ibadah, dll. Sesuai hukum, hak keperdataan pemegang HGU diberikan 8 SHM sesuai penilaian oleh negara.
Ternyata pd tahun 2020 16 tahun kemudian), lokasi tanah 8 SHM tsb oleh oknum Lurah Girian Indah (sdr. LS) dinyatakan sbg milik Hasan Saman dg menyelundupkan ke buku register tanah kelurahan Girian Indah.
Dengan dasar tsb, diterbitkan pula berbagai surat lainnya utk penguatannya yg dilanjutkan oleh Lurah penggantinya sdr. SR.
Di sisi lainnya, pd tahun 2019, Hasan Saman dan istrinya Jaria Elias (Tanta Busuk) mengajukan gugatan atas 8 SHM kel Batuna di PTUN Manado. Hasan Saman dan Jaria Elias kalah dalam perkara tsb di tingkat pertama PTUN Manado, tingkat banding PTUN Makasar, dan kasasi di MA. Hal ini dapat diklarifikasi dg sdr Richard Lasut yg duduk di sidang2 perkara tsb sbg Kuasa Insidentil dari Hasan dan Jaria.
Sementara itu, Hasan Saman dan Jaria Elias melalui kaki tangannya men-jual2 tanah kel Batuna ke masy luas dg dalih utk biaya penerbitan SHM atas nama masy dg luas sesuai uang yg dibayarkan. Hal ini bisa diklarifikasi ke sdr. Juniar Mabiang. Saya juga akan melampirkan rekaman video sdr Juniar Mabiang sbg klarifikasi.
Setelah melihat sebaran yg cukup luas dan massif di warga Bitung yg terpengaruh atas bujuk rayu atau iming2 yg diduga merupakan praktik penipuan, maka tahun 2020 kel Batuna menempuh langkah hukum perdata yg berujung eksekusi pada tgl 2 Agustus 2023.
Dengan demikian, berdasarkan hukum, Para Tereksekusi tsb bukanlah korban dari eksekusi tetapi merupakan korban dari perbuatan melawan hukumnya sendiri yaitu menduduki dan menguasai tanah orang lain bahkan mengklaim dan men-jual2 tanah bukan miliknya tsb kepada masyarakat luas.
Mohon penjelasan ini dianggap sebagai klarifikasi atas gosip-politik bhw Para Tereksekusi se-olah2 korban bencana alam yg diluar kekuasaan manusia.
Saat ini, proses penegakan hukum pidana sedang berlangsung terkait pemalsuan dokumen, penggelapan hak dan penipuan oleh Penyidik Polres Bitung.
Juga di ranah perdata masih ada 1 bidang tanah dalam tahap kasasi di MA, dan 1 bidang tanah dalam tahap Bantahan atau verzet.
Kesimpulan, kel Batuna belum dapat memberikan komitmen apapun terkait permasalahan ini agar tidak mengganggu penegakan hukum.
(Paulus Marinu)